Hidup di bawah naungan Al-Quran
adalah sebuah kenikmatan. Sebuah kenikmatan yang hanya di ketahui oleh
orang-orang yang telah merasakannya. Sebuah kenikmatan yang mampu meningkatkan
umur, memberikan berkah dan mensucikannya. Banyak kaum wanita yang hidup dalam
kelalaian, lantas disadarkan oleh Al-Quran. Allah berfirman :
“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan membri kabar gembira kepada
orang-orang mukmin yang mengajarkan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar.” (Al-Isra’ 17 : 9)
Salah seorang pengajar tahfizh mengisahkan cerita berikut,
semoga kita dapat mengambil teladan dan ibrahnya, ia menuturkan,”ada seorang
wanita Turki menangis dan menjadikanku ikut mengangis. Saat itu aku tenfah
berada di Tanah Suci. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku dan
mengajakku bicara dengan dialek non arab.
Aku pun menoleh, dan ternyata ada seirang wanita yang
berusia baya aku kira ia adalah seorang wanita Turki. Ia ingin menyampaikan
sesuatu dan berusaha mengumpulkan kata-katanya. Ia manunjuk sebuah mushaf yang
tengah aku bawa. Ia berbicara dengan bahasa arab yang patah-patah, namun dapat
dipahami, ia bertanya, “Anda dapat membaca Al-Quran?”
Aku menjawab, “ya.”
Tiba-tiba wajah wanita tersebut memerah dan matanya
mengalirkan air mata. Kondisi wanita tersebut membuatku terharu. Sebab, ia
mulai menangis dengan suara yang keras seolah-olah satu musibah telah menimpa.
Aku bertanya kepadanya,”Apa yang engkau alami?”
Ia menjawab degan suara bertahan, seolah-olah tengah
tercekik,”Aku tidak dapat membaca Al-Quran.”
“Kenapa?” tanyaku.
Ia menjawab,”Aku tidak bisa membacaya, karena aku tidak bisa
berbahasa Arab.”
Akupun berkata kepadanya,”Mohonlah kepada Allah semoga Dia menharimu.
Mohonlah kepada-Nya agar membantumu dalam membaca Al-Quran.”
Ia menyela air matanya dan mengangkat kedua tangannya seraya
berdoa,”Ya Allah, bukakanlah pikiranku hingga aku dapat membaca Al-Quran Ya
Allah, bukakanlah pikiranku hingga aku dapat membaca Al-Quran.” Ia berkata
kepadaku, “Aku merasa bahwasanya aku akan meninggal sebelum aku dapat membaca
Al-Quran.”
Maka, aku mengatakan kepadanya, “Tidak, Insya Allah engkau
dapat membacanya dan mengkhatamkannya beberapa kali sebelum engkau meninggal.”
Ia berkata kepadaku, “Bila aku meninggal sebelum dapat
membaca Al-Quran, maka aku berada di dalam neraka. Aku telah mendengarkan
beberapa kaset, namun aku sangat butuh untuk bisa membaca.”
Aku berkata,”Subhanallah.
Ini adalah kalamullah. Seorang wanita non Arab berada du Negara sekuler. Ia
khawatir bertem dengan Allah sedangkan ia belum bisa membaca kitab-Nya.
Cita-cita tertinggi adalah agar ia dapat mengkhatamkan Al-Quran. Seolah-olah
bumi yang begitu luas menghampar menghimpitnya, dan dirinya juga tertekan
karena ia tidak mampu membca Al-Quran. Lantas, bagaimana dengan kita yang telah
meninggalkan Al-Quran?! Bagaiman dengan kita yang telah diberikan Al-Quran
namun kita telah melupakannya?! Bagaiman dengan kita, sedangkan fasilitas
begitu mudah untuk membantu menghafal, memahami dan membacanya. Namun, kita
malah mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik, dan kita
tidak menekuninya?! Sungguh, air matanya yang begitu hangat lebih mengena dari
pada semua nasihat. Doanya yang tulus ibarat cambuk, namun ia enggan
menerimanya dan malah sibuk melupakannya. Maha Suci Allah yang telah
membolak-balikkan hati dan memalingkannya.”
Cita-cita wanita tersebut adalah mampu mengkhatamkan
Al-Quran. Lantas, bagaimana degan kita? Cita-cita kita justru telah jatuh
berguguran!
Sumber : Kisah Inspiratif para penghafal Al-Quran | Bagian 5
Hal. 176