Selasa, 11 Februari 2014

BELAJAR AL-QURAN DENGAN AIR MATA


            Hidup di bawah naungan Al-Quran adalah sebuah kenikmatan. Sebuah kenikmatan yang hanya di ketahui oleh orang-orang yang telah merasakannya. Sebuah kenikmatan yang mampu meningkatkan umur, memberikan berkah dan mensucikannya. Banyak kaum wanita yang hidup dalam kelalaian, lantas disadarkan oleh Al-Quran. Allah berfirman :

Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan membri kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengajarkan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Al-Isra’ 17 : 9)

Salah seorang pengajar tahfizh mengisahkan cerita berikut, semoga kita dapat mengambil teladan dan ibrahnya, ia menuturkan,”ada seorang wanita Turki menangis dan menjadikanku ikut mengangis. Saat itu aku tenfah berada di Tanah Suci. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku dan mengajakku bicara dengan dialek non arab.

Aku pun menoleh, dan ternyata ada seirang wanita yang berusia baya aku kira ia adalah seorang wanita Turki. Ia ingin menyampaikan sesuatu dan berusaha mengumpulkan kata-katanya. Ia manunjuk sebuah mushaf yang tengah aku bawa. Ia berbicara dengan bahasa arab yang patah-patah, namun dapat dipahami, ia bertanya, “Anda dapat membaca Al-Quran?”

Aku menjawab, “ya.”

Tiba-tiba wajah wanita tersebut memerah dan matanya mengalirkan air mata. Kondisi wanita tersebut membuatku terharu. Sebab, ia mulai menangis dengan suara yang keras seolah-olah satu musibah telah menimpa. Aku bertanya kepadanya,”Apa yang engkau alami?”

Ia menjawab degan suara bertahan, seolah-olah tengah tercekik,”Aku tidak dapat membaca Al-Quran.”

“Kenapa?” tanyaku.

Ia menjawab,”Aku tidak bisa membacaya, karena aku tidak bisa berbahasa Arab.”
Akupun berkata kepadanya,”Mohonlah kepada Allah semoga Dia menharimu. Mohonlah kepada-Nya agar membantumu dalam membaca Al-Quran.”

Ia menyela air matanya dan mengangkat kedua tangannya seraya berdoa,”Ya Allah, bukakanlah pikiranku hingga aku dapat membaca Al-Quran Ya Allah, bukakanlah pikiranku hingga aku dapat membaca Al-Quran.” Ia berkata kepadaku, “Aku merasa bahwasanya aku akan meninggal sebelum aku dapat membaca Al-Quran.”

Maka, aku mengatakan kepadanya, “Tidak, Insya Allah engkau dapat membacanya dan mengkhatamkannya beberapa kali sebelum engkau meninggal.”

Ia berkata kepadaku, “Bila aku meninggal sebelum dapat membaca Al-Quran, maka aku berada di dalam neraka. Aku telah mendengarkan beberapa kaset, namun aku sangat butuh untuk bisa membaca.”

Aku berkata,”Subhanallah. Ini adalah kalamullah. Seorang wanita non Arab berada du Negara sekuler. Ia khawatir bertem dengan Allah sedangkan ia belum bisa membaca kitab-Nya. Cita-cita tertinggi adalah agar ia dapat mengkhatamkan Al-Quran. Seolah-olah bumi yang begitu luas menghampar menghimpitnya, dan dirinya juga tertekan karena ia tidak mampu membca Al-Quran. Lantas, bagaimana dengan kita yang telah meninggalkan Al-Quran?! Bagaiman dengan kita yang telah diberikan Al-Quran namun kita telah melupakannya?! Bagaiman dengan kita, sedangkan fasilitas begitu mudah untuk membantu menghafal, memahami dan membacanya. Namun, kita malah mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik, dan kita tidak menekuninya?! Sungguh, air matanya yang begitu hangat lebih mengena dari pada semua nasihat. Doanya yang tulus ibarat cambuk, namun ia enggan menerimanya dan malah sibuk melupakannya. Maha Suci Allah yang telah membolak-balikkan hati dan memalingkannya.”
Cita-cita wanita tersebut adalah mampu mengkhatamkan Al-Quran. Lantas, bagaimana degan kita? Cita-cita kita justru telah jatuh berguguran!


Sumber : Kisah Inspiratif para penghafal Al-Quran | Bagian 5 Hal. 176